Selasa, 04 Juni 2013
In:
Islamiyah
PACARAN DALAM KACAMATA ISLAM
Sebuah fitnah besar menimpa pemuda pemudi pada zaman sekarang. Mereka
terbiasa melakukan perbuatan yang dianggap wajar padahal termasuk maksiat di
sisi Alloh subhanahu wa ta’ala. Perbuatan tersebut adalah “pacaran”, yaitu
hubungan pranikah antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Biasanya
hal ini dilakukan oleh sesama teman sekelas atau sesama rekan kerja atau yang
lainnya. Sangat disayangkan, perbuatan keji ini telah menjamur di masyarakat
kita. Apalagi sebagian besar stasiun televisi banyak menayangkan sinetron
tentang pacaran di sekolah maupun di kantor. Tentu hal ini sangat merusak moral
kaum muslimin. Namun, anehnya, orang tua merasa bangga kalau anak perempuannya
memiliki seorang pacar yang sering mengajak kencan. Ada juga yang melakukan
pacaran beralasan untuk ta’aruf(berkenalan). Padahal perbuatan ini merupakan dosa dan amat buruk
akibatnya. Oleh sebab itu, mengingat perbuatan haram ini sudah begitu
memasyarakat, kami memandang perlu untuk membahasnya pada kesempatan ini.
Pacaran dari Sudut Pandang Islam
Pacaran tidak lepas dari tindakan menerjang larangan larangan Alloh subhanahu
wa ta’ala. Fitnah ini bermula dari pandang memandang dengan lawan jenis
kemudian timbul rasa cinta di hati—sebab itu, ada istilah “dari mata turun ke
hati”— kemudian berusaha ingin memilikinya, entah itu dengan cara kirim SMS
atau surat cinta, telepon, atau yang lainnya. Setelah itu, terjadilah saling
bertemu dan bertatap muka, menyepi, dan saling bersentuhan sambil mengungkapkan
rasa cinta dan sayang. Semua perbuatan tersebut dilarang dalam Islam karena
merupakan jembatan dan sarana menuju perbuatan yang lebih keji, yaitu zina.
Bahkan, boleh dikatakan, perbuatan itu seluruhnya tidak lepas dari zina.
Perhatikanlah sabda Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam:
“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya
dari zina,
akan diperolehnya hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, zinanya
dengan memandang. Kedua telinga itu berzina, zinanya dengan
mendengarkan. Lisan itu berzina, zinanya dengan berbicara. Tangan
itu berzina, zinanya dengan memegang.Kaki itu berzina, zinanya dengan
melangkah. Sementara itu, hati berkeinginan dan beranganangan sedangkan kemaluan
yang membenarkan itu semua atau mendustakannya.” (H.R. Muslim: 2657, alBukhori: 6243)
Al Imam an Nawawi rahimahullah berkata: “Makna hadits di atas, pada anak Adam itu ditetapkan bagiannya
dari zina. Di antara mereka ada yang melakukan zina secara hakiki dengan
memasukkan farji (kemaluan)nya ke dalam farji yang haram. Ada yang zinanya secara majazi (kiasan) dengan memandang wanita
yang haram, mendengar perbuatan zina dan perkara yang mengantarkan kepada zina,
atau dengan sentuhan tangan di mana tangannya meraba wanita yang bukan
mahromnya atau menciumnya, atau kakinya melangkah untuk menuju ke tempat
berzina, atau melihat zina, atau menyentuh wanita yang bukan mahromnya, atau
melakukan pembicaraan yang haram dengan wanita yang bukan mahromnya dan semisalnya,
atau ia memikirkan dalam hatinya. Semuanya ini termasuk zina secara majazi.” (Syarah Shohih Muslim: 16/156157)
Adakah di antara mereka tatkala berpacaran dapat menjaga pandangan mata mereka
dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah(bukan mahrom)
atau lak-ilaki ajnabi (bukan mahrom) termasuk perbuatan yang diharamkan?!
Ta’aruf Dengan Pacaran, Bolehkah?
Banyak orang awam beranggapan bahwa pacaran adalah wasilah (sarana) untuk berta’aruf (berkenalan). Kata mereka, dengan berpacaran akan diketahui jati diri kedua
‘calon mempelai’ supaya nanti jika sudah menikah tidak kaget lagi dengan sikap
keduanya dan bisa saling memahami karakter masing-masing. Demi Alloh, tidaklah
anggapan ini dilontarkan melainkan oleh orang-orang yang terbawa arus budaya
Barat dan hatinya sudah terjangkiti bisikan setan.
Tidakkah mereka menyadari bahwa yang namanya pacaran tentu tidak terlepas dari kholwat (berdua-duaan dengan lawan jenis) dan ikhtilath(lakilaki dan perempuan bercampur
baur tanpa ada hijab/tabir penghalang)?! Padahal semua itu telah dilarang dalam
Islam.
Perhatikanlah tentang larangan tersebut sebagaimana tertuang dalam sabda
Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam:
“Sekalikali tidak boleh seorang
laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama
mahromnya.” (H.R. alBukhori: 1862, Muslim: 1338)
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah berkata:
“Hadits ini menunjukkan bahwa larangan bercampur baur dengan wanita yang bukan
mahrom adalah ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Fathul Bari: 4/100)
Oleh karena itu, kendati telah resmi melamar seorang wanita, seorang lakilaki
tetap harus menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Dengan diterima pinangannya
itu tidak berarti ia bisa bebas berbicara dan bercanda dengan wanita yang akan
diperistrinya, bebas surat
menyurat, bebas bertelepon, bebas berSMS, bebas chatting, atau
bercakap-cakap apa saja. Wanita tersebut
Adakah Pacaran Islami?
Ada lagi pemudapemudi aktivis organisasi Islam—yang katanya punya semangat
terhadap Islam—disebabkan dangkalnya ilmu syar’i yang mereka miliki dan
terpengaruh dengan budaya Barat yang sudah berkembang, mereka memunculkan
istilah “pacaran islami” dalam pergaulan mereka. Mereka hendak tampil beda
dengan pacaranpacaran orang awam. Tidak ada saling sentuhan, tidak ada
pegangpegangan. Masingmasing menjaga diri. Kalaupun saling berbincang dan
bertemu, yang menjadi pembicaraan hanyalah tentang Islam, tentang dakwah,
saling mengingatkan untuk beramal, dan berdzikir kepada Alloh q serta
mengingatkan tentang akhirat, surga, dan neraka. Begitulah katanya!
Ketahuilah, pacaran yang diembelembeli Islam ala mereka tak ubahnya omong
kosong belaka. Itu hanyalah makar iblis untuk menjerumuskan orang ke dalam
neraka. Adakah mereka dapat menjaga pandangan mata dari melihat yang haram
sedangkan memandang wanita ajnabiyyah atau lakilaki ajnabitermasuk perbuatan yang diharamkan?! Camkanlah firman Alloh
“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada
lakilaki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka
dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka.
Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Dan katakanlah
kepada wanitawanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan
mata mereka dan memelihara kemaluan mereka” …. (Q.S. anNur
[24]: 3031)
Tidak tahukah mereka bahwa wanita merupakan fitnah yang terbesar bagi
laki-laki? Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah
yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (H.R. al-Bukhori: 5096)
Segeralah Menikah Bila Sudah Mampu
Para pemuda yang sudah berkemampuan lahir dan batin diperintahkan agar segera
menikah. Inilah solusi terbaik yang diberikan Islam karena dengan menikah
seseorang akan terjaga jiwa dan agamanya. Akan tetapi, jika memang belum mampu
maka hendaklah berpuasa, bukan berpacaran. Rosululloh shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda: “Wahai
generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu menikah maka
segeralah menikah karena sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan
memelihara pandangan mata. Barang siapa yang belum mampu maka hendaklah
berpuasa karena puasa menjadi benteng (dari gejolak birahi).” (H.R. al-Bukhori: 5066)
Al-Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan: “Yang dimaksud mampu menikah adalah mampu berkumpul dengan istri dan memiliki bekal untuk menikah.” (Fathul Bari: 9/136)
Dengan menikah segala kebaikan akan datang. Itulah pernyataan dari Alloh
subhanahu wa ta’ala yang tertuang dalam Q.S. ar-Rum [30]: 21. Islam menjadikan
pernikahan sebagai satu-satunya tempat pelepasan hajat birahi manusia terhadap
lawan jenisnya. Lebih dari itu, pernikahan sanggup memberikan jaminan dari
ancaman kehancuran moral dan sosial. Itulah sebabnya Islam selalu mendorong dan
memberikan berbagai kemudahan bagi manusia untuk segera melaksanakan kewajiban
suci itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar