Jumat, 17 Mei 2013
In:
Sahabat Rosul
TANGISAN UMAR DAN TIKAR ROSULULLOH SAW
Diriwayatkan oleh Imam Nasai bahwa pada suatu hari Umar bin Khattab
bertamu ke rumah Rasulullah SAW. Setelah dipersilakan masuk, Umar mendapati
Rasulullah sedang duduk di atas tikar yang terbuat dari anyaman daun kurma.
Saat menjabat tangan beliau, Umar melihat pada pipi kanan kiri beliau masih
terlihat guratan bekas anyaman tikar.
Ketika duduk, Umar tercengang saat mengamati isi rumah Rasul SAW karena hanya
ada sebuah sarung yang digantungkan di salah satu sudut rumah. Di sudut lain
dijumpai segenggam gandum dan sebuah bejana terbuat dari kulit.
Melihat rumah Rasul yang supersederhana itu, Umar menangis. Rasul pun
menanyakan gerangan yang membuat Umar menangis.
Bagaimana aku tidak menangis ya Rasul, aku melihat guratan anyaman yang masih
membekas di pipimu. Dan di dalam rumah ini, aku hanya melihat sebuah sarung,
segenggam gandum, dan bejana kulit, jawab Umar.
Ia menambahkan, para raja dan kaisar hidup bergelimang harta dan kemewahan di
istana yang megah. Tidakkah engkau sebagai manusia pilihan Allah dapat meminta
kepada Allah agar bisa hidup berkecukupan?
Kesederhanaan Rasulullah sangat patut diteladani. Hidup beliau sangat
bersahaja, tidak berlebih-lebihan, tidak bermewah-mewahan, dan tidak boros
(israf).� Beliau tidak pernah menumpuk harta. Juga tidak menghalalkan segala cara
untuk meraih kekuasaan dan kenikmatan duniawi.
Rumah pun hanya beratapkan jerami. Makanannya yang paling mewah dan jarang
dinikmatinya adalah madu, susu, dan lengan kambing. Menurut sebuah riwayat,
Rasul hanya memiliki sebuah harta yang paling mewah berupa sepasang alas kaki
berwarna kuning, hadiah dari Negus Abbisinia.
Meskipun sudah menguasai seluruh Jazirah Arabia, namun Rasulullah SAW tetaplah
seorang pribadi yang sederhana dan jauh dari kemewahan. Sepanjang hayatnya,
Nabi SAW adalah orang yang konsisten pada pola hidup yang sederhana, bersih,
dan sehat. Ketika beliau wafat, tidak banyak harta yang ditinggalkannya.
Amru bin Harits meriwayatkan, Rasulullah SAW ketika wafat tidak meninggalkan
dinar, dirham, hamba sahaya lelaki atau perempuan, dan hanya meninggalkan
keledai putih yang biasa dikendarainya dan sebidang tanah yang disedekahkan
untuk kepentingan orang rantau (HR. Bukhari).
Sebagai umatnya, tentu kita harus banyak belajar hidup sederhana karena memang
Islam tidak menganjurkan kita semua untuk hidup bermewah-mewahan,
berlebih-lebihan, dan boros. (QS al-Furqan [25]: 67).
Hal ini menunjukkan bahwa hidup sederhana dan proporsional merupakan pilihan
tepat dan rasional karena akan membawa ketenangan, dan jauh dari keserakahan.
Seorang pemimpin yang sederhana, tampil apa adanya, dan merakyat, akan dicintai
rakyatnya. Pemimpin yang gemar memperkaya diri, menggendutkan rekeningnya,
lebih-lebih hasil korupsi, membawa umat kepada cinta keduniaan secara
berlebihan, pasti akan dibenci, kelakuannya berbeda, bahkan bila pemimpin ia
ditumbangkan oleh rakyatnya sendiri.
( Catatan )
Pemimpin disini yang standarisasi Quran dan Sunnah, tunduk pada Syariat bukan
yg lainnya, kalau bicara keteladanaan Umar, Abu Bakar, Utsman Dan Ali, jangan
dilupakan pokok utamanya yaitu mereka memegang teguh Syariat Islam sbg tanda
menyembah Allah SWT sbg pemimpin, makanya rata2 pemimpin seperti firaun, Abu
Jahal dsb sulit karena harus bertahkim kepada Risalah Islam dalam posisinya sbg
Raja, dan bukan cuma sekedar ibadah ritual belaka, karena Islam gak hanya itu.
Maka tidak heranlah jaman Jahiliyah dulu dan sekarang bagai tidak ada bedanya
dalam jenis, jumlah kemaksiatan.
Belajar sederhana merupakan salah satu kunci hidup sukses dan bahagia, cukup
pengakuan Allah SWT bukan publikasi, dan kehidupan yang semata perbaikan
duniawi tetapi akhirat diabaikan.
Hatinya yang sederhana maka tangan terlatih memudahkan tangan berinfaq, karena
ketika dunia menghampiri ia akan gunakan untuk kebahagiaan akhirat yang kekal
dan abadi. Dunia dalam tunggangan, karena jiwanya terbebaskan dari ambisi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar