Rabu, 22 Mei 2013
In:
Nahdlatul 'Ulama
TOKOH BERPENGARUH NU~KH. M ILYAS RUHIYAT
Mohamad
Ilyas lahir pada 31 Januari 1934. Ia putra pasangan Ajengan Ruhiat dan Siti
Aisyah. Ilyas hanya nyantri di Cipasung. Sejak kecil, ia berpembawaan tenang
dan sejuk, namun kharisma dan kecerdasannya diakui oleh para ulama di kalangan
NU dan non-NU.
K.H. Ilyas memulai kariernya di organisasi NU sejak 1954, terpilih sebagai
ketua NU Cabang Tasikmalaya. Saat itu ia merangkap ketua Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama Jawa Barat. Tahun 1985-1989, ia menjadi wakil rais Syuriah NU
Jawa Barat.
Tahun 1989, saat muktamar NU di Krapyak, Ilyas terpilih menjadi salah seorang
rais Syuriah PBNU.
Puncaknya, tahun 1994, pada muktamar ke-29 NU yang berlangsung di Pesantren
Cipasung, Tasikmalaya, ia terpilih menjadi rais am PBNU,
mendampingi K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai ketua umum PBNU.
Pada saat muktamar NU di Krapyak, K.H. Ilyas menjadi salah satu anggota rais
Syuriah PBNU.
Kemudian, sejak Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar NU di Bandar Lampung
tahun 1992, ia ditunjuk sebagai pelaksana rais am Syuriah NU, menggantikan Rais
Am K.H. Ahmad Siddiq, yang wafat. Kemudian, ia kembali menjadi rais am untuk
periode berikutnya, 1994-1999.
K.H. Ilyas menikah dengan Hj. Dedeh Fuadah, dan memiliki tiga anak.
K.H. Muhammad Ilyas Ruhiat, atau kerap disebut “Ajengan Ilyas”, adalah sosok
yang sangat santun, lembut, mengayomi, dan menebarkan aura kesejukan.
Kepribadiannya mencerminkan tipikal ulama NU sejati: penuh toleransi,
bersahaja, dan gandrung pada kedamaian.
Potret kesejukan Kiai Ilyas Ruhiat semakin mengemuka ketika NU diguncang
prahara usai Muktamar Cipasung tahun 1994.
Ketika itu perhelatan lima tahunan tersebut berakhir dengan pecahnya
kepengurusan PBNU ke dalam dua kubu, pro Gus Dur dan pro
Abu Hasan. Bahkan, kelompok kedua itu sempat mengadakan muktamar luar biasa di
Asrama Haji Pondok Gede.
Lima tahun kemudian, dengan pendekatannya yang menyejukkan, perlahan warga NU
kembali bersatu. Ketika merasa tugasnya untuk menyatukan jam`iyah sudah
selesai, bapak tiga anak ini kemudian mengundurkan diri pada Muktamar Lirboyo . Ajengan Ilyas lebih memilih kembali mengajar di pesantrennya di lereng
Gunung Galunggung.
Ajengan Ilyas wafat pada Selasa 18 Desember 2007. Pengasuh Pesantren Cipasung,
Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat, ini berpulang ke hadirat Allah SWT dalam usia 73 tahun.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Total Tayangan Halaman
10176
0 komentar:
Posting Komentar